Monday 5 January 2015

Makalah Sejarah Berdirinya PUI


Oleh: Didim Dimyati

BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar belakang
Proses kelahiran, dan perkembangan Persatuan Ummat Islam dari  1911-2011 sebagai organisasi massa Islam merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Untuk mendapatkan eksplanasi dari realitas yang kompleks tersebut digunakan pendekatan multi-dimensional. Sebelum melakukan fusi menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI), organisasi yang dipimpin Abdoel Halim dan Ahmad Sanoesi di satu pihak ada yang menyebutnya  sebagai organisasi tradisionalis. Sementara  di pihak lain ada yang menyebutnya sebagai organisasi modernis. Untuk menjelaskan hal tersebut dapat digunakan konsep organisasi  Islam modern dari Deliar Noer (1983: 181-184).
Dalam perjalanannya dari 1952-1991, Persatuan Ummat Islam mengalami perkembangan dalam bentuk konflik atau disintegrasi, seperti: bagaimana dan mengapa mereka memilih keluar dari anggota istimewa partai Masyumi atau  mengapa terjadi   pengunduran pelaksanaan  Muktamar PUI ke-4 dan ke-5?  
Rounded Rectangle: 1Untuk menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi diperlukan teori konflik dari Lewis A. Coser. Teori ini relevan untuk menjelaskan berbagai fenomena konflik seperti perselisihan, perang, revolusi, kompetisi, dan sebagainya, baik yang menyangkut pertentangan kolektif maupun individual (Turner, 1978: 183-184). Lewis A. Coser berpendapat bahwa intensitas konflik ditentukan oleh kondisi-kondisi  tertentu. Semakin  disadari  kondisi-kondisi penyebab  konflik  dan  keterlibatan   emosional pihak-pihak yang  terlibat    konflik  semakin   tinggi  intensitas    konflik. Kehebatan  konflik  ditentukan   oleh   realistis dan tidaknya tujuan  yang hendak dicapai;   Semakin realistis tujuan yang hendak   dicapai   oleh   pihak-pihak   yang terlibat, semakin rendah tingkat kehebatan konflik, demikian pula sebaliknya. Mengenai lamanya konflik, menurut Lewis A. Coser, ditentukan oleh tujuannya; semakin terbatas tujuan yang hendak  dicapai, semakin singkat berlangsungnya konflik,  demikian pula sebaliknya (Turner, 1978: 164-172).
Perkembangan Persatuan Ummat Islam hingga memasuki era reformasi masih berada dalam posisi “diam” sebagai dying organization. Baru pada Pemilu 1999, 2004, dan Pemilu 2009, sejumlah kader dan jama’ah Persatuan Ummat Islam mulai banyak yang masuk menjadi anggota partai politik dan dengan tanpa ragu menyebut diri sebagai jama’ah atau kader Persatuan Ummat Islam.  Persatuan Ummat Islam semakin mendapatkan pengakuan di masyarakat, khususnya Jawa Barat setelah diselenggarakan Muktamar PUI ke-11 (2004). Pada muktamar tersebut Persatuan Ummat Islam mulai melakukan perubahan, perbaikan, dan penyesuaian organisasi. AD/ART, tata organisasi, dan sejumlah atribut Persatuan Ummat Islam termasuk bendera dan lambang disempurnakan. Hal ini pun dapat dijelaskan melalui teori konflik. Menurut Lewis A. Coser, penyelesaian konflik dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu melalui kekerasan bersenjata atau melalui kompromi (integrasi). Penyelesaian politik yang efektif biasanya melalui cara yang kedua. Dalam hal ini Persatuan Ummat Islam memilih jalan penyelesaian konflik dengan cara kompromi, sehingga tujuan akhirnya adalah terwujudnya integrasi. 
B.            Rumusan Masalah
1.      Siapa Pendiri PUI ?
2.      Bagaimana Sejarah Singkat PUI?

C.           Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Para Pendiri PUI
2.      Untuk Mengetahui Sejarah Singkat PUI

D.           Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode deskriktif, dimana permasalahan bersifat apa adanya serta diiringi dengan interpretasi rasional yang seimbang. Adapun sumber informasi diperoleh melalui studi kepustakaan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.           Biografi Para Pendiri PUI
1.      K.H ABDUL HALIM
KH Abdul Halim (Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, 4 Syawal 1304/26 Juni 1887-Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka, 1381 H/1962 M). Ulama besar dan tokoh pembaharuan di Indonesia, khususnya di bidang pendidikan dan kemasyarakatan, yang memiliki corak khas di masanya. Nama aslinya adalah Otong Syatori. Kemudian setelah menunaikan ibadah haji ia berganti nama menjadi Abdul Halim. Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar, penghulu Kewedanan Jatiwangi, dan ibunya Hajjah Siti Mutmainah binti Imam Safari. Abdul Halim adalah anak terakhir dari delapan bersaudara. Ia menikah dengan Siti Murbiyah, putri KH. Mohammad Ilyas, pejabat Hoofd Penghulu Landraad Majalengka (sebanding dengan kepala Kandepag Kapubaten sekarang).
Rounded Rectangle: 3Ia mendapat pendidikan agama sejak kecil. Pada usia 10 tahun ia sudah belajar membaca al Qur’an, kemudian menjadi santri pada beberapa orang kiaki di berbagai daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sampai mencapai usia 22 tahun. Kiai yang pertama kali didatangi ialah KH. Anwar di Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka , kemudian berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Ia menjalani setiap pesantren antara 1 sampai dengan 3 tahun. Tercatat beberapa kiai yang menjadi gurunya, antara lain KH. Abdullah di Pesantren Lontangjaya, desa Penjalin, Kecamatan Leuwimunding, Majalengka; KH. Sijak di Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon; KH. Ahmad Sobari di Pesantren Ciwedas, Cilimus, Kuningan; KH. Agus di Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah; kemudian kembali lagi ke Pesantren Ciwedus. Di sela-sela kehidupan pesantren, Abdul Halim menyempatkan diri berdagang, seperti berjualan batik, minyak wangi, dan kitab-kitab pelajaran agama. Pengalaman dagangnya ini mempengaruhi langkah-langkahnya kelak dalam upaya mebaharui sistem ekonomi masyarakat pribumi. Pada usia 22 tahun Abdul Halim berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan mendalami ilmu agama. Ia bermukim di sana selama 3 tahun. Pada kesempatan ini ia mengenal dan mepelajari tulisan-tulisan Sayid Jamaluddin al-Afgani dan Syeikh Muhammad Abduh. Untuk mendalami pengetahuan agama di sana, ia belajar kepada Syeikh Ahmad Khatib, imam dan kahtib Masjidil haram, dan Syeikh Ahmad Khayyat, ketika di sana pula ia bertemu dengan KH. Mas Mansyur dari Surabaya (tokoh Muhammadiyah) dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (tokoh Nahdatul Ulama). Pada tahun 1328 H/1911 M ia kembali ke Indonesia.
Di samping menguasai bahasa Arab, ia juga mempelajari bahasa Belanda dari Van Houven (salah seorang dari Zending Kristen di Cideres) dan bahasa Cina dari orang Cina yang bermukim di Mekah. Dengan pengalaman pendidikan dan tukar pikirannya dengan para tokoh besar, baik di luar maupun dalam negri, Abdul Halim semakin mantap dan teguh dalam prinsip. Ia tidak mau bekerja sama dengan pihak kolonial. Ketika oleh mertuanya ditawari menjadi pegawai pemerintah, ia menolaknya. Dengan berbekal semangat juang dan tekad yang kuat, sekembalinya dari Mekah, ia mulai melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat masyarakat, sesuai dengan hasil pengamatan dan konsultasinya dengan beberapa tokoh di Jawa. Usaha perbaikan ini ditempuhnya melalui jalur pendidikan (at-tarbiyah) dan penataan ekonomi (al-iqtisadiyah). Dalam merealisasi cita-citanya untuk pertama kalinya Abdul Halim mendirikan Majlis Ilmu (1911) sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang sangat sederhana pada sebuah surau yang terbuat dari bambu. Pada majlis ini ia meberikan pengetahuan agama kepada para santrinya.
Dengan bantuan mertuanya, KH. Muhammad Ilyas, serta dukungan masyarakat Abdul Halim dapat terus mengembangkan idenya. Pada perkembangan berikutnya, di atas tanah mertuanya ia dapat membangun tempat pendidikan yang dilengkapi dengan asrama sebagai tempat tinggal para santri. Untuk memantapkan langkah-langkahnya pada tahun 1912 ia mendirikan suatu perkumpulan atau organisasi bernama “Hayatul Qulub. Melalui lembaga ini ia mengembangkan ide pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosialo ekonomi dan kemasyarakatan. Anggota perkumpulan ini terdiri atas para tokoh masyarakat , santri, pedagang, dan petani. Langkah-langkah perbaikannya meliputi delapan bidang perbaikan yng disebut dengan Islah as-Samaniyah, yaitu islah al-aqidah (perbaikan bidang aqidah), islah al-ibadah (perbaikan bidang ibadah), islah at-tarbiyah (perbaikan bidang pendidikan), islah al-ailah (perbaikan bidang keluarga), islah al-adah (perbaikan bidang kebiasaan), islah al-mujtama (perbaikan masyarakat), islah al-iqtisad (perbaikan bidang perekonomian), dan islah al-ummah (perbaikan bidang hubungan umat dan tolong-menolong). Secara bertahap, organisasi yang dipimpinnya dapat memperbaiki keadaan masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Melihat kemajuan dan hasil yang telah dicapainya, pemerintah kolonial Belanda mulai menaruh curiga. Secara diam-diam pemerintah kolonial mengutus polisi rahasia (yang disebut Politiek Inlichtingn Dienst/PID) untuk mengawasi pergerakan Abdul Halim dan setiap orang yang dicurigai. Pada tahun 1915 organisasi yang dipimpinnya ini dibubarkan sebab dinilai oleh pemerintah sebagai penyebab terjadinya beberapa kerusuhan (terutama antara pribumi dan Cina).
Sejak itu Hayatul Qulub secara resmi dibubarkan namun kegiatannya terus berjalan. Pada tanggal 16 Mei 1916 Abdul Halim mendirikan Jam’iyah I’anah al-Muta’alimin sebagai upaya untuk terus mengembangkan bidang pendidikan. Untuk ini ia menjalin hubungan dengan Jam’iyat Khair dan al-Irsyad di Jakarta. Melihat sambutan yang cukup tinggi, yang dinilai oleh pihak kolonial dapat merongrong pemerintahan, maka pada tahun 1917 organisasi ini pun dibubarkan. Dengan dorongan dari sahabatnya, HOS. Tjokroaminoto (Presiden Sarekat Islam pada waktu itu), pada tahun itu juga ia mendirikan Persyarikatan Ulama. Organisasi ini diakui oleh pemerintahan kolonial Belanda pada tanggal 21 Desember 1917. Pada tahun 1924 daerah operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 terus disebarkan ke seluruh Indonesia. Untuk mendukung organisasi ini, terutama pada sektor keuangan/dana, Abdul Halim mengembangkan usaha bidang pertanian dengan membeli tanah seluas 2,5 ha pada tahun 1927, kemudian mendirikan percetakan pada tahun 1930. Pada tahun 1939 ia mendirikan perusahaan tenun dan beberapa perusahaan lainnya, yang langsung di bawah pengawasannya.
Untuk mendukung lajunya perusahaan di atas, kepada para guru diwajibkan menanam saham sesuai dengan kemampuan masing-masing. Abdul Halim juga mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang dikelola oleh persyarikatan wanitanya, Fatimiyah. Abdul Halim juga memandang perlu memberikan bekal keterampilan kepada anak didik agar kelak hidup mandiri tanpa harus tergantung pada orang lain atau menjadi pegawai pemerintah. Ide ini direalisasinya dengan mendirikan sekolah /pesantren kerja bersama bernama Santi Asromo pada bulan April 1942, yang bertempat di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Di samping mengembangkan bidang pendidikan, Abdul Halim juga memperluas usaha bidang dakwah. Ia selalu menjalin hubungan dengan beberapa organisasi lainnya di Indonesia, seperti dengan Muhammadiyah di Yogyakarta, Sarekat Islam, dan Ittihad al-Islamiyah (AII) di Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhuwah Islamiah (kerukunan Islam) dengan penuh cinta kasih, sebagai usaha menampakkan syiar Islam, guna mengusir penjajahan. Dalam bidang aqidah dan ibadah amaliah Abdul Halim menganut paham ahlussunnah waljama’ah, yang dalam fikihnya mengikuti paham Syafi’iyah. Pada tahun 1942 ia mengubah Persyarikatan Ulama menjadi Perikatan Umat Islam yang (kemudian) pada tahun 1952 melakukan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII), menjadi “Persatuan Umat Islam” (PUI), yang berkedudukan di Bandung. Selain aktivitasnya membina organisasi PUI, ia aktif berperan dalam berbagai kegiatan politik menentang pemerintahan kolonial. Pada tahun 1912 ia menjadi pimpinan Sarekat Islam cabang Majalengka.
Pada tahun 1928 ia diangkat menjadi pengurus Majelis Ulama yang didirikan Sarekat Islam bersama-sama dengan KH. M. Anwaruddin dari Rembang dan KH. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga menjadi anggota pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang didirikan pada tahun 1937 di Surabaya. Pada tahun 1943, setelah MIAI diganti dengan Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia), ia menjadi salah seorang pengurusnya. Ia juga termasuk salah seorang anggota Badap Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokurotzu Zyunbi Tyoosakai) pada tahun 1945, anggota Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP), dan anggota Konstituante pada tahun 1955. Di kalangan kawan-kawannya ia dikenal sebagai orang yang sederhana, pengasih, dan mengutamakan jalan damai dalam menyelesaikan persoalan daripada melalui kekerasan. Pada tahun 1940, ia bersama KH. A. Ambari menghadap Adviseur Voor Indische Zaken, Dr. GF. Pijper, di Jakarta untuk mengajukan beberapa tuntutan yang menyangkut kepentingan umat Islam. Ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1947, ia bersama rakyat dan tentara mundur ke pedalaman untuk menyusun strategi melawan Belanda. Ia juga menentang keras berdirinya negara Pasundan yang didirikan pada tahun 1948 oleh Belanda. (http://pelitatangerang.xtgem.com/index/__xtblog_entry/59383-kh-abdul-halim-majalengka?__xtblog_block_id=1)
2.      K.H AHMAD SANUSI
KH Ahmad Sanusi (Sukabumi, Jawa Barat, 1888-Sukabumi, 1950) adalah tokoh Partai Sarekat Islam (SI) dan pendiri al-Ittihadiat al-Islamiyah. Ayahnya, Haji Abdurrahman, adalah tokoh masyarakat dan pengasuh pesantren di desanya. Ahmad Sanusi memperoleh pelajaran agama dari orang tuanya sampai ia berusia lima belas tahun. Setelah dewasa ia lalu belajar ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat selama kurang lebih enam tahun. Seusai pelajarannya, Ahmad Sanusi kembali ke kampung halamannya untuk membantu mengajar di pesantren ayahnya. Tahun 1908 ia menikah dan pergi haji ke Mekah bersama istrinya serta bermukim di sana beberapa waktu lamanya.
Dalam kesempatan itu ia telah mengenal tulisan para pembaru, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ia tetap berpegang pada madzhab Syafi’i yang beraliran Ahlusunnah waljama’ah. Pada tahun 1915 Ahmad Sanusi kembali mengajar di pesantren ayahnya selama kurang lebih tiga tahun. Kemudian ia membangun pesantren baru sebagai pengembangan dari pesantren ayahnya di kaki gunung Rumphin, sebelah barat kota Sukabumi. Di tempat ini Ahmad Sanusi berhasil mengembangkan pengetahuan agamanya secara mandiri, sehingga pesantrennya cepat berkembang. Santrinya tidak hanya berasal dari Sukabumi, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa. Ahmad Sanusi sebagai tokoh SI aktif dalam usaha mengusir kolonial Belanda dari tanah air. Akibatnya, ia menjadi tahanan politik selama tujuh tahun di Batavia. Selama di pengungsian, ia menulis buku dan membentuk suatu organisasi yang bernama al-Ittihadiat al-Islamiyah pada tahun 1931. Setahun kemudian, ia kembali ke Sukabumi, menangani organisasi al-Ittihadiat al-Islamiyah, dan pada tanggal 5 Februari 1933 mendirikan lembaga pendidikan Syams al-‘Ulum yang lebih dikenal dengan Pesantren Gunung Puyuh.
Selain itu Ahmad Sanusi juga menerbitkan majalah al-Hidayah al-Islamiyah (Petunjuk Islam) dan majalah at-Tabligh al-Islami (Dakwah Islam) sebagai bahan bacaan dalam rangka da’wah bi al-lisan (dakwah yang disampaikan secara lisan). Al-Ittihadiat al-Islamiyah akhirnya dibubarkan oleh penguasa Jepang. Namun ia mengadakan konsolidasi dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatuan Umat Islam (PUI). Ahmad Sanusi diangkat menjadi salah seorang instruktur latihan yang diselenggarakan untuk mengadakan konsolidasi politik Jepang terhadap umat islam. Pada tahun 1944, ia diangkat oleh Jepang sebagai wakil residen di Bogor. Secara resmi Ahmad Sanusi mewakili PUI dalam Masyumi.
Sampai menjelang kemerdekaan republik Indonesia, dia tercatat sebagai anggota panitia Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPIPKI). Namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena ia dianggap terlalu banyak memihak Islam. Hal ini dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia merdeka menjalankan peraturan yang berdasarkan syariat Islam. Kemudian Ahmad Sanusi kembali menulis. Tidak kurang 75 buku telah ditulisnya, antara lain kitab Tamsyiah al-Muslimin fi Kalam Rabb al-Alamin (Perjalanan Muslimin dalam Firman Tuhan Seru Sekalian Alam), dan Raudah al-Irfan (Taman Ilmu Pengetahuan). Ia juga menulis buku-buku yang membahas ilmu tauhid dan fikih.
B.            Sejarah Berdirinya PUI
Persatuan Ummat Islam (PUI) lahir pada tahun 1952 sebagai ”anak zaman” dalam mematri persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya persatuan dan kesatuan ummat Islam. Dikatakan sebagai anak zaman karena pada waktu lahirnya, yaitu pada tanggal 5 April 1952 di Bogor, Jawa Barat situasi dan kondisi keorganisasian sosial dan masyarakat di Indonesia saat itu cenderung berpecah-belah. Tetapi PUI lahir justru sebagai hasil fusi (penggabungan) antara dua organisasi besar, yaitu Perikatan Ummat Islam (PUI) yang berpusat di Majalengka, pendirinya K.H. Abdul Halim dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang berpusat di Sukabumi, pendirinya K.H. Ahmad SanusiFusi kedua organisasi tersebut dideklarasikan pada tanggal 5 April 1952 M bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1371 H bertempat di Gedung Nasional Kota Bogor.
Perikatan Ummat Islam (PUI) adalah organisasi yang pada awal didirikannya oleh K.H. Abdul Halim di Majalengka, bernamaHayatul Qulub (1912). Perhimpunan Hayatul Qulub mengelola lembaga pendidikan yang mengintegrasikan pesantren dengan sistim madrasah/sekolah; di mana para santri selain belajar di surau, pada pagi/siang hari juga belajar di ruang kelas, duduk di bangku menghadap meja dan papan tulis. Di madrasah para siswa juga diajarkan pengetahuan umum dan bahasa asing (Belanda dan Inggris). Pada masa itu sistim pendidikan madrasah seperti itu tidak lazim dilakukan selain oleh sekolah-sekolah Belanda. Karenanya para ulama dan orang-orang yang tidak setuju, memfitnahnya sebagai sekolah kafir.  Hayatul Qulub tidak hanya bergerak di bidang pendidikan tetapi juga banyak bergerak di bidang sosial dan ekonomi untuk membela rakyat dari tekanan kapitalisme Belanda.
Perhimpunan Hayatul Qulub ini tumbuh dan berkembang melalui proses perjuangan yang penuh tantangan dan rintangan dari pemerintah kolonial Belanda. Dalam mencapai tujuannya, organisasi ini telah mengalami beberapa kali penyempurnaan dan pergantian nama. Pada tanggal 16 Mei 1916 perhimpunan Hayatul Qulub berubah menjadi I’anatul Muta’allimin. Berkat kerja keras dan besarnya perhatian serta dukungan masyarakat, dalam waktu yang sangat singkat, telah berdiri cabang-cabang I’anatul Muta’allimin di seluruh Kecamatan dalam Kabupaten Majalengka, dan organisasi ini termasyhur sebagai satu-satunya pusat pendidikan Islam modern di Majalengka.
Pada bulan Nopember 1916, atas saran dari HOS Tjokroaminoto teman karib K.H. Abdul Halim, I’anatul Muta’allimin diubah lagi namanya menjadi Persyarikatan Oelama (PO). Pada tanggal 21 Desember 1917 Persyarikatan Oelama (PO) mendapat pengakuan Badan Hukum dari Pemerintah Belanda.
Meskipun PO sudah diakui dan disahkan menjadi Badan Hukum, tetapi pemerintah kolonial Belanda tetap saja mencurigai kegiatan dan gerak langkah PO karena para pemimpin PO konsisten dengan sikapnya yang non koperatif serta senantiasa menentang dan memprotes setiap peraturan atau usaha pemerintah Belanda yang merugikan atau merendahkan umat Islam dan rakyat Indonesia. Para pemimpin PO baik di kalangan Pengurus Besar maupun Cabang-Cabangnya, terutama K.H. Abdul Halim selalu diintai oleh PID (polisi rahasia). Kecurigaan dan kekhawatiran pemerintah Belanda semakin memuncak setelah beliau ikut serta dalam kegiatan politik bersama Sayarikat Islam (SI) memimpin aksi massa pemogokan buruh pabrik gula di Kadipaten dan Jatiwangi pada tahun 1918.
Meskipun tidak sedikit rintangan dan hambatan dari pemerintah Belanda dan orang-orang yang tidak suka, namun Persyarikatan Oelama (PO) terus berkembang dengan sangat pesat. Tahun 1919 Cabang dan madrasah-madrasah PO sudah bertebaran di berbagai pelosok Majalengka, Cirebon, Kuningan, Indramayu, Jatibarang, Bandung, Cianjur, sampai ke Tegal (Jawa Tengah). Untuk memenuhi kebutuhan guru di madrasah-madrasah tersebut maka didirikanlan Kweekschool (sekolah guru). Para santri  dan pelajar yang sudah tamat dari madrasah melanjutkan ke Kweekschool untuk menjadi guru.
Setelah mendapat penetapan Badan Hukum untuk seluruh Indonesia dari pemerintah Belanda pada tanggal 18 Agustus 1937, maka PO mulai melebarkan sayapnya ke Semarang, Purwokerto, Banyumas, sampai ke Tebing Tinggi dan Sumatera Selatan. Pada awal masa pendudukan Jepang tahun 1942, semua partai politik dan organisasi pergerakan dibubarkan oleh penguasa Jepang. Akan tetapi beberapa bulan kemudian Jepang mengeluarkan maklumat bahwa parpol dan ormas diizinkan aktif kembali. Federasi MIAI aktif lagi dan diubah namanya menjadi Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sedangkan Persyarikatan Oelama (PO) diganti namanya menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI) yang kemudian dengan perubahan ejaan bahasa Indonesia sistem Soewandi menjadi Perikatan Ummat Islam (PUI).
Sementara itu di Sukabumi juga telah berdiri organisasi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang didirikan oleh K.H. Ahmad Sanusi. Seperti halnya Perikatan Ummat Islam (PUI), sejarah perjuangan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) juga melalui proses perkembangan dan pergantian nama. Pada awal didirikannya, organisasi ini bernama Al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII). Pada tahun 1942 AII berganti nama menjadi Persatuan Oemat Islam Indonesia (POII), dan pada tahun 1947 disesuaikan dengan ejaan Soewandi menjadi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII).
Khittah perjuangan PUII pimpinan K.H. Ahmad Sanusi di Sukabumi secara pripsipil sama dengan khittah perjuangan PUI pimpinan K.H. Abdul Halim di Majalengka. Kesamaan visi dan missi serta cita-cita kedua organisasi tersebut akhirnya mendorong kedua belah pihak untuk melebur organisasi mereka menjadi satu organisasi. Setelah melalui proses yang cukup panjang serta beberapa kali pertemuan dan perundingan, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk mendeklarasikan fusi (peleburan) organisasiPerikatan Ummat Islam (PUI) dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1371 H bertempat di Gedung Nasional Kota Bogor.
Semasa hidupnya, baik K.H. Abdul Halim maupun K.H. Ahmad Sanusi terus-menerus berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, keduanya aktif dalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA) serta menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berkat jasa-jasanya itu maka pada tanggal 12 Agustus 1992 berdasarkan Kepres No. 048/PK/1992 kedua orang pendiri PUI tersebut yaitu K.H. Abdul Halim di anugerahi gelar sebagai Pahlawan nasional oleh Presiden RI Susilo bambang Yudhoyono di Istana Negara pada tanggal 10 November 2008.Sementara K.H. Ahmad Sanusi dianugerahi Bintang Maha Putra Utama oleh Presiden Republik Indonesia. Persatuan Ummat Islam (PUI) memiliki dua buah Badan Otonom yaitu Wanita PUI dan Pemuda PUI. Kedua Badan Otonom tersebut adalah lembaga-lembaga kaderisasi untuk menyiapkan kepemimpinan PUI di masa depan.




BAB III
PENUTUP

A.           Simpulan
Persatuan Ummat Islam adalah nama baru bagi dua organisasi massa Islam Madjlisoel ‘Ilmi dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah yang telah berdiri sejak masa pemerintah Hindia Belanda. Kedua organisasi itu melakukan fusi, karena terdapat kesamaan dalam pemahaman keagamaan, pemikiran, dan gerakan sebagai organisasi kaum muslim modernis. Kedua, dalam perkembangannya Persatuan Ummat Islam telah menunjukkan peranannya di masyarakat bukan hanya dalam bidang agama, tetapi dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan politik. Terutama dalam bidang politik, Persatuan Ummat Islam pernah menempatkan para kadernya sebagai anggota Parlemen, Duta Besar, Menteri, dan Wakil Perdana Menteri.  Namun, seiring bergulirnya arus kuasa Persatuan Ummat Islam sebagai pengusung “Islam politik” kemudian berada dalam bayang-bayang kecurigaan pemerintah dalam jangka  waktu yang lama meskipun mereka  telah melakukan upaya politik kompromi. Ketiga, dengan bergulirnya arus kuasa pula, Persatuan Ummat Islam kemudian mengalami dinamika yang masif.
Mereka kembali memperoleh peran politiknya setelah para kadernya terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi, dan anggota DPR-RI. Peran politik Persatuan Ummat Islam bahkan “bangkit” setelah menempatkan kadernya Ahmad Heryawan terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat. Hasil penelitian ini kiranya dapat mempunyai fungsi praktis. Pertumbuhan dan perkembangan organisasi massa Persatuan Ummat Islam dapat dijadikan bahan pembanding bagi organisasi-organisasi lain yang berkembang saat ini. Generalisasi terbatas yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini juga dapat dijadikan model untuk memahami organisasi massa Islam lainnya di Indonesia. 
B.            Saran


Rounded Rectangle: 11Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

Saturday 27 December 2014

Kondisi Objektif Perpustakaan

Oleh: Didim Dimyati

Pendahuluan
Perpustakaan Desa adalah perpustakaan yang diselenggarakan dipemukiman (Desa/Kelurahan) diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat, untuk melayani kebutuhan akan informasi dan bahan bacaan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sumber belajar , sebagai sarana rekreasi sehat (intelektual). Sebagaimana yang dinyatakan oleh UNESCO , Perpustakaan Desa merupakan perpustakaan yang terbuka bagi siapa saja dan tidak memandang ras, warna kulit, usia, jenis kelamin, agama, bahasa, pendidikan dan status sosial. Berkenaan dengan hal tersebut diatas jelas bagaimana peran dari perpustakaan desa itu sendiri. untuk itu perlu saya sampaikan bahwa untuk mensukseskan hal tersebut dibutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung.
Minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Kondisi saat ini tercatat satu buku dibaca sekitar 80.000 penduduk Indonesia. Hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif Kompas Gramedia, Suwandi S Subrata sebagaimana ditulis dalam laman (www.kompas.com) pada Rabu (23/12) yang menyebutkan bahwa pada tahun 2013 tercatat produksi buku di Indonesia sekitar 20.000 judul buku. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta, angka ini sangat memiriskan. Satu buku dibaca 80.000 orang. Jumlah ini sangat tidak masuk akal, katanya.
Untuk itu perlu bagi pemerintah menyelenggarakan pembinaan perpusatakaan didesa seperti pada saat ini telah dijalankan program Perpusru (Pengembangan Perpustakaan Berbasis IT), mengingat pada saat ini teknologi semakin maju dan percepatan waktu sangat cepat, maka perlu bagi pengelola dan objek yang akan disambangi untuk menguasai Ilmu Teknologi selain dari ilmu pengelolaan Perpustakaan desa. Selain itu kondisi Infrastruktur dan fasilitas yang  mendukung masih sangat kurang mengingat jumlah penduduk Indonesia sangat banyak.
Pembahasan
Seperti apa yang telah diutarakan di atas bahwa masalah utama yang menghambat pengembangan minat dan kebiasaan membaca adalah masalah kelangkaan koleksi bahan bacaan serta faktor budaya membaca, oleh karena itu maka kita perlu memikirkan bagaimana upaya untuk menetapkan suatu strategi yang dapat dianggap efektif untuk menciptakan kebiasaan membaca pada seluruh lapisan masyarakat. Kita berharap agar masyarakat pada saatnya nanti akan menjadi masyarakat pembaca yang handal.
Untuk menciptakan kebiasaan membaca memang memerlukan waktu yang lama. Salah satu hasil pelatihan di Bali: “Pembinaan budaya gemar membaca membutuhkan waktu lama, mungkin melebihi satu generasi” Pendapat ini benar akan tetapi hendaknya kita jangan larut dalam pemikiran seperti ini, sebaiknya kita memikirkan atau mencari solusinya dengan menetapkan berbagai alternatif yang bisa mempercepat upaya untuk membuat seluruh lapisan masyarakat mampu dan ingin selalu membaca. Dalam hal ini beberapa alternatif yang seyogyanya dapat merangsang tercapainya kebiasaan membaca dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Fungsi Perpustakaan Desa Saat Ini

Sumber informasi memiliki tugas ganda:
1.      Menjamin setiap anggota masyarakat sebagai pemakai informasi untuk kepentingannya.
2.      Menjamin informasi sampai kepada pemakai dengan cepat dan dapat dipercaya.
Pada dasarnya manusia membutuhkan informasi, namun kadang dirinya tidak menyadari hal itu. Kebutuhan informasi didorong oleh apa yang disebut Situasi masalah, hal ini terjadi dalam diri manusia yang dirasakan tidak memadai untuk mencapai satu tujuan tertentu dalam hidupnya. Dengan keadaan demikian manusia membutuhkan  input di luar dirinya (external resource). Dan pendapat lain mengatakan bahwa kebutuhan manusia akan informasi didorong oleh pengetahuannya yang kurang, jika seseorang datang ke suatu sistem informasi (perpustakaan) untuk meminta informasi, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut merasa tingkat pengetahuannya tidak cukup untuk menghadapi situasi tertentu pada saat itu,  3 elemen penting dalam proses masuknya informasi ke dalam diri manusia, yaitu:
1.      Kebutuhan informasi merupakan suatu kebutuhan untuk mengisi kekosongan tertentu dalam diri manusia.
2.      Informasi merupakan sesuatu diantara sumber eksternaldan “tempat kosong” di dalam pikiran manusia.
3.      Dengan demikian, informasi terjadi pada saat manusia memindahkan sesuatu dari sumber eksternal ke dalam pikirannya; informasi bukan berada di dalam sumber eksternal.
Perpustakaan akan memainkan perannya jika didalamnya terdapat pustakawan yang sangat penting keberadaan dan perannya, karena tugas pustakawan adalah menyediakan media dan data bibliografi serta memahami sejelas mungkin kebutuhan pemakainya, lalu menciptakan fasilitas semudah mungkin bagi pemakai agar ia dapat memenuhi kebutuhannya. Data bibliografi, sebagai bagian tak terpisahkan dari media koleksi perpustakaan, menyediakan kesempatan bagi pemakai perpustakaan untuk menggali informasi sesuai dengan kebutuhan.
Walaupun pada kenyataanya pemerataan perpustakaan desa sebagai salah satu sarana untuk mencerdaskan anak bangsa, belum merata di semua wilayah kesatuan Republik Indonesia, namun tuntutan akan kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan dalam diri manusia semakin kompleks seiring perkembangan IPTEK dan ledakan informasi. Kelambanan pemerataan hanya akan menciptakan masyarakat tertinggal dan bodoh, selanjutnya tujuan untuk menciptakan masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan tidak akan pernah tercapai. Kandungan UU Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan sampai saat ini telah berusia 4 tahun.




Friday 26 December 2014

LOVE"

Oleh: KRISNA MURTI

Tuntutan akan keamanan dalam antar-hubungan, tak bisa tidak
menimbulkan kesengsaraan dan ketakutan. Pencarian keamanan ini
mengundang ketidak-amanan. Pernahkah Anda menemukan keamanan di
dalam salah satu hubungan Anda? Pernahkah? Kebanyakan dari kita
menginginkan keamanan dalam hal mencintai dandalam hal dicintai,
tetapi apakah ada cinta bila kita masing-masing orang mencari
keamanannya sendiri, jalannya sendiri yang khusus? Kita tidak dicintai
karena kita tak tahu bagaimana mencintai.

Apakah cinta itu? Perkataan ini telah begitu membingungkan  dan
rusak artinya, sehingga aku sebetulnya enggan menggunakannya. Setiap
orang berbicara tentang cinta  -setiap majalah dan surat kabar dan setiap
penyebar agama tak habis-habisnya membicarakan cinta. Aku cinta
negeriku, aku cinta rajaku, aku cinta buku tertentu, aku cinta gunung itu,
aku cinta kenikmatan, aku cinta isteriku, aku cinta Tuhan. Apakah cinta itu
sebuah ide? Bila demikian, maka ia dapat dikembangkan, dipupuk,
ditimang-timang, dipindah-pindah, diputar-balik sekehendak hati Anda.
Jika Anda berkata Anda cinta Tuhan, apa itu artinya? Itu berarti bahwa
Anda cinta pada sebuah projeksi khayalan Anda sendiri, sebuah projeksi
dari diri Anda sendiri, dalam selubung berbagai bentuk kemuliaan, sesuai
dengan apa yang Anda anggap luhur dan suci; maka bila Anda berkata
"Aku cinta Tuhan", itu omong kosong belaka. Bila Anda memuja Tuhan,
Anda memuja diri sendiri dan itu bukanlah cinta.

Karena kita tak mampu memecahkan masalah kemanusiaan yang
disebut cinta ini, kita lari ke dalam berbagai macam abstraksi. Cinta
mungkin merupakan pemecahan terakhir dari segala kesulitan, persoalan
dan jerih payah manusia, maka bagaimanakah cara kita menemukan apa
cinta itu? Apakah dengan sekedar memberinya sebuah definisi? Gereja
telah mendefinisikannya dengan cara tertentu, masya rakat dengan cara
lainnya, dan terjadilah segala macam penyimpangan dan pemutarbalikan.
Memuja seseorang, tidur dengan seseorang, tukar-menukar perasaan,
persahabatan -apakah itu yang kita maksud dengan cinta? Semua itu telah

menjadi norma, pola, dan cinta telah menjadi sesuatu yang begitu luar
biasa pribadinya, sensual, dan terbatas, hingga agama-agama telah
menyatakan bahwa cinta itu sesuatu yang jauh lebih daripada itu. Di dalam
sesuatu yang mereka sebut cinta manusiawi, mereka melihat adanya
kesenangan, persaingan, kecemburuan, keinginan untuk memiliki, untuk
mempertahankan, untuk mengontrol dan mencampuri pikiran orang lain,
dan dengan memahami kompleksitas semuanya ini mereka berkata harus
ada cinta jenis lain, cinta keTuhanan, yang indah, tak bernoda, tidak jahat.
Di seluruh dunia, mereka yang dianggap orang-orang suci telah
mempertahankan pendirian, bahwa mengamati seorang wanita adalah
sesuatu yang salah samasekali: mereka berkata bahwa Anda tak akan bisa
mendekati Tuhan bila Anda melibatkan diri dalam seks, sebab itu mereka
telah membuang seks walaupun mereka digerogoti habis-habisan oleh
seks. Tetapi dengan mengingkari seksualitas itu mereka telah mencukil
matanya dan memotong lidahnya sendiri karena mereka telah mengingkari
keseluruhan keindahan  bumi. Mereka adalah manusia-manusia yang telah
kering; mereka telah membuang keindahan karena keindahan telah mereka
asosiasikan dengan wanita.

Dapatkah cinta dibagi-bagi menjadi yang suci dan yang duniawi, yang
manusiawi dan yang Illahi, ataukah yang adaitu hanya cinta saja? Apakah
cinta itu terhadap satu orang dan tidak terhadap banyak orang? Bila aku
berkata: "aku cinta padamu", apakah itu berarti bahwa aku tidak mencintai
orang lain? Apakah cinta bersifat pribadi atau tidak bersifat pribadi?
Bersifat  moral atau immoral? Bersifat keluarga atau non-keluarga? Bila
Anda mencintai umat manusia, dapatkah Anda mencintai seorang manusia
tertentu? Apakah cinta itu perasaan? Apakah cinta itu emosi? Apakah cinta
itu kesenangan dan keinginan? Bukankah semua pertanyaan ini
menunjukkan, bahwa kita mempunyai ide-ide tentang cinta, ide-ide
tentang apa yang seharusnya demikian atau yang tidak seharusnya
demikian, sebuah pola atau kode yang telah dikembangkan oleh
kebudayaan dimana kita hidup.

Jadi untuk menyelami masalah tentang apakah cinta itu, kita pertama-tama harus membebaskan kata cinta dari endapan berabad-abad, membuang semua ide dan ideologi tentang apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya  -cinta itu. Membagi apapun ke dalam keadaan bagaimana seharusnya hal itu dan keadaan sebenarnya, adalah sikap yang
paling menyesatkan terhadap hidup.
Kini bagaimana cara aku menyelidiki tentang apa kasih yang kita sebut
cinta ini  -bukan bagaimana cara menyatakannya kepada orang lain,
melainkan tentang arti cinta itu sendiri. Pertama-tama aku akan menolak
apa yang telah dikatakann oleh gereja, masyarakat, orang tua dan teman-teman, apa yang telah dikatakan oleh setiap orang dan oleh setiap buku
tentang cinta, karena aku hendak menyelidiki bagiku sendiri apa arti cint a.
Di sini terdapatlah satu persoalan maha besar yang menyangkut
keseluruhan umat manusia; beribu-ribu cara telah digunakan untuk
mendefinisikannya dan aku sendiri telah terjebak dalam satu atau lain pola
yang sesuai dengan kesukaan atau kesenanganku pada  saat tertentu. Maka
supaya dapat memahaminya, bukankah pertama-tama aku harus
membebaskan diriku dari semua kencenderungan dan semua prasangkaku
sendiri? Aku bingung, terkoyak-koyak oleh keinginan-keinginanku sendiri,
maka aku berkata kepada diriku: "Pertama-tama jernihkanlah dulu
kebingunganmu itu. Mungkin engkau bisa menemukan apa cinta itu
melalui apa yang bukan cinta".
Pemerintah berkata: "Pergi dan bunuhlah demi cinta terhadap
negaramu". Apakah itu cinta? Agama berkata: "Hentikanlah seks demi
cinta terhadap Tuhan". Apakah itu cinta? Apakah cinta itu keinginan?
Janganlah berkata tidak. Bagi kebanyakan diantara kita itulah cinta  -keinginan yang mengandung rasa senang, rasa senang yang diperoleh
melalui panca-indera, melalui ikatan-ikatan dan kepuasan seksual. Aku
tidak menentang seks, tetapi lihatlah apa yang terlibat di dalamnya. Yang
diberikan seks kepada Anda untuk waktu sebentar adalah penghapusan diri
Anda sendiri secara total, kemudian Anda kembali lagi dengan kekacauan
Anda, maka Anda menginginkan pengulangan berkali-kali dari keadaan
yang tidak mengandung kesusahan, persoalan, dan rasa diri itu. Anda
berkata Anda cinta pada isteri Anda. Di dalam cinta itu terkandung
kesenangan seksual, kesenangan memiliki seseorang di rumah yang dapat
menjaga anak-anak, yang memasak. Anda tergantung pada istri Anda; ia
memberi Anda tubuhnya, perasaannya, dorongannya, suatu perasaan aman
dan sejahtera tertentu. Kemudian ia berbalik dari Anda; ia menjadi bosan
atau pergi kepada orang lain, dan seluruh keseimbangan p erasaan Anda
hancur, dan gangguan ini, yang tidak Anda sukai, disebut kecemburuan. Di
dalamnya terkandung rasa sakit, kekuatiran, kebencian dan kekerasan. Jadi yang Anda katakan sebenarnya ialah: "Selama engkau milikku, aku cinta
padamu tetapi pada saat engkau berhenti menjadi milikku, aku mulai
membencimu. Selama aku bisa mengandalkanmu dalam hal memenuhi
tuntutan-tuntutanku, yang seksual dan yang bukan, aku mencintaimu,
tetapi saat engkau berhenti menyediakan apa -apa yang kuinginkan aku tak
menyukaimu". Jadi diantara Anda berdua terdapat pertentangan, terdapat
pemisahan, dan pada waktu Anda merasa terpisah dari orang lain, maka di
situ tak ada cinta. Tetapi bila Anda bisa hidup dengan isteri Anda tanpa
pikiran yang menciptakan semua keadaan yang bertentangan ini,
pertengkaran yang tak berkesudahan di dalam diri Anda sendiri, maka
barangkaliAnda akan tahu apa itu cinta. Anda sungguh-sungguh bebas
dan demikian pulalah dia, sedangkan bila Anda tergantung padanya demi
semua kesenangan Anda, Anda adalah budaknya. Jadi apabila orang cinta
maka pastilah ada kebebasan, bukan saja dari orang lain melainkan juga
dari diri orang itu sendiri.
Menjadi milik orang lain, dipupuk secara psikologis oleh orang lain,
tergantung pada orang lain  -dalam semuanya ini selalu terdapat
kekuatiran, ketakutan, iri hati, rasa bersalah, dan selama ada ketakutan, di
situ tak ada cinta; batin yang terlanda derita tak mungkin tahu apa cinta itu;
sentimentalitas dan emosionalitas tak berhubungan sedikitpun dengan
cinta. Maka cinta sedikitpun tak ada hubungannya dengan kesenangan dan
keinginan.
Cinta bukan buah pikiran yang merupakan sesuatu yang lampau.
Pikiran tak mungkin mengembangkan cinta. Cinta tak bisa dikurung dan
ditangkap dalam kecemburuan, karena kecemburuan adalah sesuatu dari
masa lampau. Cinta selalu ada di waktu kini yang aktif. Cinta bukannya
"Aku akan mencintai" atau "Aku telah mencintai". Bila Anda tahu apa itu
cinta, Anda tak akan mengikuti siapapun juga. Cinta tidak menurut. Bila
Anda cinta, maka tak ada hormat ataupun tidak hormat.
Tidakkah Anda tahu apa arti sebenarnya dari mencintai seseorang  -mencintai tanpa rasa benci, tanpa rasa cemburu, tanpa marah, tanpa hendak
mencampuri apa yang sedang dilakukan atau dipikirkannya, tanpa
menyalahkan, tanpa membandingkan  -tak tahukah Anda apa artinya itu?
Dimana ada cinta adakah disitu pembandingan? Bila Anda mencintai
seseorang dengan sepenuh hati Anda, dengan seluruh jiwa Anda, dengan
seluruh badan Anda, dengan keseluruhan hidup Anda, apakah ada
71
pembandingan? Bila diri Anda lenyap sama sekali bagi cinta kasih itu,
maka disitu orang lain tiada.
Apakah cinta mempunyai tanggung jawab dan kewajiban, dan apakah
ia akan menggunakan kata-kata itu? Bila Anda mengerjakan sesuatu
karena itu kewajiban Anda, adakah cinta disitu? Di dalam  kewajiban tak
ada cinta. Struktur satu kewajiban yang mencekal seorang manusia,
menghancurkan manusia itu. Selama Anda terpaksa melakukan sesuatu
karena itu kewajiban Anda, Anda tidak cinta akan apa yang Anda sedang
lakukan. Bila Anda cinta, maka tak ada kewajiban dan tak ada tanggung
jawab.
Sayanglah, bahwa kebanyakan orang tua mengira, bahwa mereka
bertangung jawab atas anak-anaknya dan rasa tanggung jawab mereka itu
berupa nasehat-nasehat tentang apa yang harus dilakukan anak-anak itu
dan apa yang tak boleh dilakukan; tentang seharusnya menjadi apa mereka
itu, dan apa yang seharusnya tidak menjadi idam-idaman mereka. Para
orang tua menghendaki supaya anak-anaknya mempunyai kedudukan yang
aman dalam masyarakat. Yang mereka sebut tanggung jawab adalah
bagian dari kehormatan yang mereka puja; dan menurut pandanganku,
dimana ada kehormatan disitu tidak ada ketertiban; orang tua hanya
memikirkan tentang bagaimana caranya menjadi seorang borjuis yang
sempurna. Pada waktu mereka mempersiapkan anak-anaknya supayabisa
cocok dengan masyarakat, mereka mengabadikan peperangan, konflik dan
keganasan. Itukah yang Anda sebut kepedulian dan cinta?
Peduli yang sebenarnya, ialah peduli seperti yang Anda rasakan bagi
sebuah pohon atau tanaman, Anda menyiramnya, mempelajarikebutuhan-kebutuhannya, tanah mana yang terbaik baginya, menjaganya dengan
kelembutan dan kehalusan  -tetapi bila Anda mempersiapkan anak-anak
Anda supaya cocok dengan masyarakat, Anda mempersiapkan mereka
untuk dibunuh. Bila Anda cinta pada anak-anak Anda, maka tak akan ada
perang. Bila Anda kehilangan seseorang yang Anda cintai, Anda mencucurkan
air mata -apakah air mata itu bagi Anda sendiri atau bagi orang yang telah
meninggal itu? Apakah Anda menangis bagi diri Anda sendiri atau bagi
orang lain? Pernahkah Anda mentangisi anak laki-laki Anda yang terbunuh
di medan perang? Anda memang menangis, tetapi apakah air mata Anda keluar dari rasa iba diri, ataukah Anda menangis karena seorang manusia
telah terbunuh? Bila Anda menangis karena rasa iba diri,  -maka air mata
Anda itu tak ada artinya, karena Anda memikirkan diri Anda sendiri. Bila
Anda menangis  -karena maut telah merenggut nyawa seseorang yang
padanya telah Anda tanamkan sebagian besar rasa kasih Anda, itu
bukanlah benar-benar rasa kasih. Bila Anda menangis untuk saudara Anda
yang meninggal, menangislah untuk dia.Menangis untuk diri Anda sendiri
karena ia telah pergi mudah sekali. Rupa-rupanya Anda menangis karena
hati Anda tersentuh, tetapi tersentuh bukan untuk dia; hati Anda hanya
tersentuh oleh rasa iba diri dan rasa iba diri membuat Anda keras,
mengurung Anda, membuat Anda tumpul dan bodoh.
Bila Anda menangis untuk diri Anda, apakah itu cinta  -menangis
karena Anda kesepian, karena Anda telah ditinggalkan, karena Anda tidak
berkuasa lagi  -mengeluh tentang nasib Anda, keadaan sekitar Anda  -selalu diri Andayang mencucurkan air mata? Bila Anda mengerti ini, yang
berarti mengadakan kontak dengan hal ini selangsung Anda menyentuh
sebuah pohon atau sebuah tiang atau sebuah tangan, maka Anda akan
melihat bahwa penderitaan itu diciptakan sendiri, penderitaan diciptakan
oleh pikiran, penderitaan timbul karena ada jarak waktu. Aku telah hidup
bersama saudaraku tiga tahun yang lalu, sekarang ia telah meninggal,
sekarang aku kesepian, susah, tak ada orang yang dapat menghiburku atau
yang dapat menemaniku, dan karena itulah aku menangis.
Anda bisa melihat semua ini berlangsung di dalam diri Anda, bila
Anda mengamatinya. Anda dapat melihatnya sepenuhnya, selengkapnya,
dalam satu pandangan saja, tanpa menggunakan waktu analitis. Anda dapat
melihat dalam satu saat keseluruhan struktur dan sifat benda kecil dan
remeh yang disebut ‘aku’, airmataku, keluargaku, bangsaku,
kepercayaanku, agamaku  -segala sesuatu yang buruk itu  -semuanya itu
terdapat di dalam diri Anda. Bila Anda melihat dengan hati Anda, tidak
dengan pikiran Anda, bila Anda melihatnya dari dasar hati sanubari Anda,
maka Anda telah memegang kunci yang akan mengakhiri penderitaan.
Penderitaan dan cinta tak dapat ada bersama-sama, tetapi di dalam
dunia Kristen orang telah menjadikan penderitaan sebuah ideal,
meletakkannya di atas salib dan memujanya yang berarti, bahwa Anda tak
pernah bisa terlepas dari penderitaan kecuali melalui pintu khusus itu, dan
inilah keseluruhan struktur dari masyarakat religius yang memeras.
73
Jadi bila Anda bertanya apa itu cinta, Anda mungkin terlalu takut
untuk melihat jawabannya. Jawaban itu mungkin berarti suatu
pendobrakan total; jawaban itu mungkin memecah-belah keluarga; Anda
mungkin menemukan bahwa Anda tidak mencintai isteri atau suami, atau
anak-anak Anda  -betulkah demikian? Anda mungkin harus
menghancurkan rumah yang telah Anda bangun, Anda mungkin tak akan
pernah lagi kembali ke tempat pemujaan.
Tetapi bila Anda tetap ingin menyelidiki, Anda akan melihat bahwa
ketakutan itu bukan cinta, ketergantungan itu bukan cinta, cemburu bukan
cinta, nafsu memiliki dan menguasai bukanlah cinta, iba diri bukan cinta,
siksaan karena tidak dicintai bukan cinta, cinta bukannya lawan kebencian
seperti halnya rasa rendah hati itubukan kebalikannya keangkuhan. Maka
bila Anda bisa menghilangkan ini semua, tidak dengan memaksa tetapi
dengan membersihkannya sebagai halnya hujan mencuci bersih sehelai
daun dari debu berhari-hari, maka barangkali Anda akan sampai pada
bunga aneh ini yang senantiasa didambakan manusia.
Bila pada Anda tak ada cinta  -bukan hanya setetes demi setetes
melainkan berlimpah-limpah  -bila Anda tak dipenuhi oleh cinta  -dunia
akan hancur. Anda tahu secara intelektual bahwa kesatuan umat manusia
adalah essensiildan bahwa cinta merupakan satu-satunya jalan. Tetapi
siapakah yang akan mengajarkan kepada Anda bagaimana caranya
mencintai? Apakah ada satu otoritas, satu metode, satu sistem apapun yang
akan memberitahu Anda bagaimana cara mencintai? Bila ada seseorang
memberitahu Anda, itu bukanlah cinta. Dapatkah Anda berkata: "Aku akan
berlatih untuk mencintai. Aku akan duduk berhari-hari dan berpikir
tentang cinta. Aku akan melatih diriku untuk menjadi baik dan halus budi
dan memaksa diriku untuk menaruh perhatian pada orang-orang lain?"
Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa Anda dapat mendisiplin diri
Anda untuk bisa mencintai, melatih kemauan Anda untuk bisa mencintai?
Jika Anda mendisiplinkan diri Anda dan melatih kemauan Anda supaya
bisa mencintai, cinta akan keluar melalui jendela. Dengan mempraktekkan
suatu metode atau sistim untuk mencintai, Anda mungkin bisa menjadi
luar biasa pandainya atau hati Anda menjadi lebih baik atau mencapai
suatu keadaan non-kekerasan, tetapi hal itu sedikit pun tak ada
hubungannya dengan cinta.
74
Di dunia gersang yang koyak-koyak ini tak ada cinta, sebab
kesenangan dan keinginan memegang peranan yang terbesar; padahal
tanpa cinta, kehidupan Anda sehari-hari tak ada artinya. Dan Anda tak
mungkin punya cinta bila tak ada keindahan. Keindahan bukannya sesuatu
yang Anda lihat  -bukan sebuah pohon yang indah, seorang wanita yang
cantik. Keindahan hanya ada bila hati dan kalbu Anda tahu apa cinta itu.
Tanpa cinta dan rasa keindahan tak ada kebajikan, dan Anda tahu benar
bahwa, apapun yang hendak Anda lakukan, memperbaiki masyarakat,
memberi makan orang-orang miskin, Anda hanya akan menciptakan
keonaran yang lebih banyak lagi karena tanpa cinta, yang ada di dalam hati
dan kalbu Anda sendiri hanyalah kemiskinan dan keburukan. Tetapi bila
ada cinta dan keindahan, apapun yang Anda lakukan adalah benar, apapun
yang Anda lakukan adalah beres. Bila Anda tahu bagaimana mencintai,
maka Anda bisa melakukan apa yang Anda inginkan, karena hal itu akan
memecahkan semua persoalan lainnya.
Maka sampailah  kita pada titik: dapatkah batin bertemu dengan cinta
tanpa disiplin, tanpa pikiran, tanpa paksaan, tanpa buku apapun, tanpa guru
atau pemimpin  -bertemu dengan cinta seperti halnya orang bertemu
dengan keindahan terbenamnya matahari?
Menurut pandanganku,  satu hal yang mutlak perlu ialah semangat
besar tanpa motif -bukan semangat untuk menepati sebuah janji atau demi
keterikatan apapun, bukan semangat nafsu. Orang yang tidak tahu apa
semangat yang besar itu, tidak tahu apa itu cinta, sebab cinta hanya dapa t
mewujud bila ada penghapusan diri yang menyeluruh.
Batin yang mencari bukanlah batin yang bersemangat, dan sampai
kepada cinta tanpa mencarinya adalah satu-satunya jalan untuk
menemukannya  -untuk sampai kepada cinta tanpa pengetahuan, dan
bukan sebagaihasil suatu upaya atau pengalaman apapun. Anda akan
mengetahui, bahwa cinta semacam itu bukanlah bersifat waktu; cinta
semacam itu adalah kedua-duanya: cinta pribadi dan cinta non-pribadi,
adalah cinta bagi yang satu dan cinta bagi yang banyak. Sebagai sekuntum
bunga yang berbau harum, Anda dapat menciumnya atau melewatinya
saja. Bunga itu ada bagi setiap orang dan bagi seseorang yang mau
menghirup harumnya dalam-dalam, dan memandangnya dengan keriangan
hati. Apakah orang berada sangat dekat padanya di kebun, atau jauh, hal
75
itu sama saja bagi si bunga, karena ia penuh dengan keharumannya dan
karena itu ia membaginya dengan setiap orang.
Cinta adalah sesuatu yang baru, segar, hidup. Ia tak berhari kemarin
dan tak berhari esok. Ia di luar segala kekalutan pikiran. Hanya batin yang
murnilah tahu apa itu cinta, dan batin murni itu dapat hidup di dalam dunia
yang tidak murni. Mendapatkan benda yang luar biasa yang telah dicari-cari manusia dengan tak henti-hentinya melalui pengorbanan, melalui
pemujaan, melalui  hubungan, melalui seks, melalui setiap bentuk
kesenangan dan kesusahan itu, hanyalah mungkin bila pikiran bisa
mengerti dirinya sendiri dan berhenti secara wajar. Barulah cinta tidak
mempunyai lawan, barulah cinta tidak mengandung konflik.
Anda mungkin bertanya: "Bila aku menemukan cinta semacam itu,
apakah yang akan terjadi dengan isteriku, anak-anakku, keluargaku?
Mereka harus hidup aman”. Bila Anda mengajukan pertanyaan semacam
itu, maka Anda belum pernah berada di luar alam pikiran, di luar medan
kesadaran. Bila Anda pernah berada di luar medan itu, Anda tak mungkin
mengajukan pertanyaan semacam itu, karena Anda akan tahu apa itu cinta
yang tidak mengandung pikiran, dan karenanya tanpa waktu. Anda
mungkin saja membaca semuanya ini dengan perasaan yang terhipnosa
dan terpesona, tetapi betul-betul berada di luar pikiran dan waktu  -yang
berarti keluar dari kesedihan  -ialah menyadari, bahwa ada dimensi lain
yang disebut cinta.
Tetapi Anda tak tahu bagaimana supaya sampai pada sumber yang luar
biasa itu  -  jadi apakah yang Anda lakukan? Bila Anda tak tahu apa yang
akan Anda lakukan, Anda tak berbuat apa-apa, bukan? Samasekali tak
berbuat apa-apa. Maka batin Anda betul-betul tenang. Mengertikah Anda
apa artinya itu? Itu berarti bahwa Anda tidak mencari, tidakmenginginkan,
tidak mengejar apa pun; di situ samasekali tak ada pusat. Maka yang ada
ialah cinta.