PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
merupakan makhluk ciptaan Alloh yang paling sempurna, karena manusia dibekali
dengan berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu nafsu (sifat
dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal (sifat
keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki kedudukan
yang tinggi di hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat
memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh sang Robb.
Dalam
Al qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Alloh swt telah berfiman yang artinya
kurang lebih demikian; “Aku (Alloh swt) tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut terlihat jelas
bahwa jin dan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Alloh swt. Namun,
banyak dari golongan manusia yang tidak dapat melakukan sebagaimana yang
diharapkan oleh sang pencipta (Alloh SWT), malah manusia berbuat sebaliknya dan
mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu karena manusia belum memahami
betul hakikat dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat dari segi agama
islam.
Dengan
adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi
rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan
manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Karena itu diperlukan sejumlah landasan dan asas-asas tertentu dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Beberapa landasan pendidikan yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan.
Ketika berbicara pendidikan maka kita akan
berbicara mengenai definisi pendidikan. Pendidikan merupakan aktifitas rasional
yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar”
tetapi lebih ditentukan oleh instinknya. Manusia belajar dengan otaknya melalu
rangkaian kegiatan menuju pendewasaan untuk mencapai kehidupan yang lebih
berarti. Pengetahuan dimulai dari
rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai
dari keduanya. Dalam berfilsafat kita
didorong untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Pandangan Manusia menurut Manusia ?
2.
Bagaimana
Pandangan Manusia Menutut Tuhan ?
3.
Apa
Inti dari Manusia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Membahas
Pandangan Manusia menurut Manusia
2.
Membahas
Pandangan Manusia Menutut Tuhan
3.
Membahas
Inti dari Manusia
D.
Metode Penulisan
Metode dalam penulisan karangan
Ilmiah ini adalah metode deskriftif kualitatif, dimana permasalahan bersifat
apa adanya atau aktual dengan di iringi interprestasi rasional yang mampu
dipertanggung jawabkan. Adapun sumber informasi diperoleh melalui studi
kepustaka.
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Manusia Menurut Manusia
1.
Socrates
Socrates (470-399 SM), orang Athena
mengungkapkan pemikirannya tentang manusia dihadapan murid-muridnya. Tafsir
(2010:8) mencatat sebagian pendapat Socrates tentang manusia. Dikatakan antara
lain bahwa pada diri manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan
dunia. Menurut Socrates, manusia itu bertanya tentang dunia dan masing-masing
mempunyai jawaban tentang dunia. Tetapi, demikian Socrates seringkali manusia
itu tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-jawaban bagi
persoalan yang dipertanyakan. Karena itu perlu ada orang lain yang membantu
orang itu mengemukakan jawaban-jawaban yang masih terpendam tersebut. Perlu ada
seseorang membantu orang itu melahirkan ide yang ada dalam manusia tersebut. Berdasarkan pendapatnya itu, Socrates
sering berjalan-jalan ditengah kota, dipasar, untuk berbicara dengan setiap
orang yang dijumpainya untuk menggali jawaban-jawaban yang ada didalam diri
orang itu dengan menggunakan metode tanya jawab yang kelaknya disebut metode
Socrates (Socrates method). Socrates mengatakan adalah kewajiban setiap orang
untuk mengetahui dirinya sendiri lebih dahulu jika ia ingin mengetahui hal-hal
diluar dirinya. Menururt Socrates, salah satu hakekat (essence) manusia adalah
ia ingin tahu dan untuk itu harus ada orang yang harus membantunya yang
bertindak sebagai bidan yang membantu bayi lahir dari rahimnya.
2.
Plato
Ia memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia. sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sebagai zat yang berasal dari dunia idea, jiwa selalu ingin kembali ke dunia sejati itu. Manusia yang bagian sejatinya adalah jiwa yang terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas selama tubuhnya mengungkung jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan kembali ke dunia idea, manusia harus memenuhi dirinya dengan hal-hal yang menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah rasionalitas, keutamaan moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini. (Tafsir,2010: 9)
3.
Aristoteles
Aristoteles (384-322 sebelum masehi), seorang
ahli fikir yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia adalah ZOON
POLITICON, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu
bergaul dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat . dari
sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk
sosial. Aristoteles mendefinisikan manusia. Aristoteles, seorang filosof
Yunani, terkenal dengan gagasannya tentang manusia sebagai makhluk sosial; makhluk
yang hidup bersama manusia yang lain; makhluk yang ada dan berelasi dengan
manusia lain. Bahwa manusia itu makhluk sosial tidak hanya bermaksud menegaskan
ide tentang kewajiban manusia untuk bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan
ide tentang makhluk sosial terutama bermaksud menunjuk langsung pada
kesempurnaan identitas dan jati diri manusia. Mengapa demikian? Sosialitas
adalah kodrat manusia. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia memerlukan
manusia lain. Secara kodrati, manusia adalah makhluk yang memiliki
kecenderungan untuk hidup dalam kebersamaan dengan yang lain untuk belajar
hidup sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang mencari kesempurnaan dirinya
dalam tata hidup bersama. Manusia lahir, tumbuh dan menjadi insan dewasa karena
dan bersama manusia lain. Maka definisi manusia sebagai makhluk sosial secara
langsung bermaksud menegaskan bahwa hanya dalam lingkup tata hidup bersama
kesempurnaan manusia akan menemukan kepenuhannya. Hidup dan perkembangan
manusia, bahkan apa yang disebut dengan makna dan nilai kehidupan manusia hanya
mungkin terjadi dalam konteks kebersamaan dengan manusia lain. Makna dan nilai
hidup akan tertuang secara nyata apabila manusia mengamini dan mengakui
eksistensi sesamanya. Juga pemekaran sebuah kepribadian akan mencapai
kepenuhannya jika manusia mampu menerima kehadiran sesamanya.
(http://wwwyaindra.blogspot.com/2012/03/definisi-manusiamenurut-aristoteles.html)
4.
Imam
Al-Ghazali
Di dalam buku filsafatnya,
al ghazali menyatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap,
tidak berubah-ubah, yaitu al nafs (jiwanya). Yang dimaksud dengan al nafs
adalah substansi yang beridiri sendiri, tidak bertempat dan merupakan “tempat
pengetahuan-pengetahuan intelektual (al ma’qulat) berasal dari ‘ alam al
malakut atau alam al amr. (Al ghazali Ma’arij Al quds). Hal. 51.
Dari pembhasan oleh para ahli maka dapat disimpilkan
bahwa Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah dibumi
dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia memiliki perbedaan
baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis umumnya manusia dibedakan
secara fisik sedangkan secara rohani manusia dibedakan berdasarkan
kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan manusia sendiri sangatlah
komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas.
Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang
Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan selaras dan seimbang. Selain
itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik
bentuk yang dimiliki.
B.
Pandangan Manusia Menurut Tuhan
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia tidaklah muncul
dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat Al-Alaq ayat
2 menjelaskan bahwa manusia itu dicipta Tuhan dari segumpal darah, QS.Al-Thariq
ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah, QS. Al-Rahman ayat 13
menjelaskan bahwa Al-Rahman (Allah) itulah yang menciptakan manusia. Masih
banyak sekali ayat al-Quran yang menjelaskan bahwa yang menjadikan manusia
adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.
Pengetahuan kita tentang asal kejadian manusia ini amat penting artinya
dalam merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru
hasrus dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang
Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat
manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, jadi inilah salah satu hakikat
wujud manusia.
Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yang
perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Salah satu sabda
Rasulullah SAW mengatakan : “Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, maka kedua
orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”
Menurut
hadits ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan, kemampuan itulah yang
disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadits itu ialah potensi. Jadi
fitrah yang di maksud di sini ialah pembawaan.
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi pembawaan dan
lingkungan, adalah salah satu hakikat wujud manusia. Dalam perkembangannya,manusia
itu cenderung beragama, inilah hakikat wujud yang lain. Manusia mempunyai
banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya.
Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan
menjadi orang yang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat.
Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.
Al-Quran menjelaskan bahwa manusia itu mempunyai aspek jasmani,
sebagaimana tercantum dalam QS.Al-Qashash : 77 “Carilah kehidupan akhirat
dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu dan kamu tidak boleh melupakan
urusan dunia.” Yang dimaksud dengan “dunia” dalam ayat ini ialah hal-hal yang
diperlukan oleh jasmani. Al-Syaibani juga mengutip tiga buah hadits dari nabi
Muhammad SAW yang menerangkan pentingnya menjaga jasmani. Uraian di atas
menunjukkan bahwa manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani.
(Tafsir, 2010:14).
C.
Inti Manusia
Pengkajian tentang manusia dipandang
dari berbagai aspek. Dari segi fisik disebut antropologi fisik. Dari sudut
pandang budaya disebut antropologi budaya, sedangkan yang memandang manusia
dari segi hakikatnya yaitu antropologi filsafat. Dari pandangan filsafat inilah
yang menyebabkan pengkajian tentang hakikat manusia itu tidak pernah berakhir.
Sehingga ada 4 aliran yang berbicara apa itu manusia. Aliran tersebut yaitu
aliran serba zat yang mengatakan bahwa yang sungguh-sugguh ada itu adalah zat
dan materi. Kedua, aliran serba ruh yang mengatakan bahwa segala sesuatu
hakikatnya adalah ruh, begitupun manusia. Sementara zat hanyalah manfestasi
dari ruh.
Ketiga, aliran dualisme yang merupakan
gabungan dari zat dan ruh yang mengatakan bahwa manusia itu terdiri dari dua
substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Keempat, aliran eeksistensialisme
yang memandang manusia buakan dari zat dan ruh akan tetapi dari segi eksistensi
manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.
Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu mempunyai jasmani dan roh, jiwa
atau rohani. Maka ada empat macam pandangan tentang hal tersebut yaitu:
1. Pandangan idealistis tentang badan manusia
2. Pandangan materialistis tentang badan manusia
3. Pandangan bahwa badan adalah musuh dari roh
4. Pandangan bahwa badan manusia adalah jasmani
yang di rohanikan ataupun sebaliknya.
Pengetahuan tentang hakikat manusia ini merupakan bagian yang sangat
penting. Dengan demikian kita dapat mengetahui hakikat manusia, kedudukan dan
fungsinya di alam semesta ini. karena manusia dalam pendidikan bukan saja
sebagai objek namun juga sebagai subjek. Sehingga pendekatan yang dilakukan dan
aspek yang dilaksanakan dapat direncanakan secara matang.
Sastraprateja mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia sendiri adalah sejarah yang hanya
dapat dilihat dalam perjalanan sejarah bangsa manusia. Pengamatan terhadap
pengalaman manusia merupakan rangkaian Antropological Constant yaitu dorongan-dorongan dan orientasi
yang tetap dimiliki manusia. Ada enam Antropological Constant yang dapat ditarik dari pengalaman
sejarah umat manusia yaitu:
a.
Relasi
manusia dengan kejasmanian, alam dan lingkungan ekologis
b. Ketertiban dengan sesama
c. Keterikatan dengan struktur sosial dan
institusional
d. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada
waktu dan tempat
e. Hubungan timbal balik antara teori dan
praktek
f. Kesadaran religius dan pemeluk agama
Salah satu pemikir di abad modern yang
mangkaji tentang hakikat manusia yaitu Alaxis Carrel yang mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat perpisahan manusia dari dirinya
berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia
yang ada diluar dirinya.
Ibn Arabi melukiskan hakikat manusia
bahwa tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari pada manusia. Allah SWT
membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara, mendengar,
melihat dan memutuskan, yang merupakan sifat rabbaniyah.
Hakekat manusia
selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan
monoteisme (kepercayaan atas ke-Esaan Tuhan), yang mencari unsur pokok yang
menentukan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme,
atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme (keagamaan), atau dualism
(konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi) yang memiliki pandangan
yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling
meniadakan yaitu unsure materi dan rohani, yakni pandangan pluralism
(bermacam-macam paham) yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur
pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam makro kosmos
(Hukum-hukum yang terlaksana di alam semesta) atau pandangan mono dualis yang
menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, atau mono pluralism yang
meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya. Secara
pribadi, manusia tidak pernah bisa menciptakan dirinya , akan tetapi bukan
berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah ia dilahirkan dan
eksistensinya (menganggap kebenaaran itu bersifat relatif) dalam kehidupan
dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan peran
serta atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam
kehidupan yang ia hadapi. (Tafsir. 2010:24)
KOMENTAR
Dari pembahasan makalah ini maka penulis dapat memberikan interprestasi
pemikiran tentang pendapat dari para tokoh yang berpendapat tentang
manusia. Tentang pendapat Socrates
tentang manusia dikatakan antara lain bahwa “Pada diri manusia terpendam
jawaban mengenai berbagai persoalan dunia. Menurut Socrates, manusia itu
bertanya tentang dunia dan masing-masing mempunyai jawaban tentang dunia.
Tetapi, demikian Socrates seringkali manusia itu tidak menyadari bahwa dalam
dirinya terpendam jawaban-jawaban bagi persoalan yang dipertanyakan. Karena itu
perlu ada orang lain yang membantu orang itu mengemukakan jawaban-jawaban yang
masih terpendam tersebut. Perlu ada seseorang membantu orang itu melahirkan ide
yang ada dalam manusia tersebut.” Hemat
penulis bahwa dengan adanya akal, membuat
manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu
manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh
berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Plato berpendapat bahwa “Manusia terdiri
dari jiwa dan tubuh.” Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik
yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia
idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia. sementara tubuh manusia adalah zat
semu yang akan hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide
tetap abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah
nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sebagai zat yang berasal dari dunia
idea, jiwa selalu ingin kembali ke dunia sejati itu. Manusia yang bagian
sejatinya adalah jiwa yang terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas
selama tubuhnya mengungkung jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan
kembali ke dunia idea, manusia harus memenuhi dirinya dengan hal-hal yang
menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah rasionalitas, keutamaan
moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini.
Al-ghazali berpendapat “Manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu al nafs (jiwanya).” Dalam hal ini Al-ghazali lebih kepada inti dari manusia itu sendiri yaitu tentang keberadaan manusia. jadi, asal manusia dari suatu yang ada dan tak bergantung dari yang lain. Hakikat manusia ialah dari ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Artinya manusia tersusun dari zat yang ada dengan diberikannya ruh oleh Tuhan sehingga menyebabkan manusia dapat hidup. Manusia mempunyai fisik yaitu jasadnya. Selain jasad manusia juga mempunyai ruh atau yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera yakni berhubungan dengan jiwa mencakup ingatan, gagasan, imajinasi, kemauan, perasaan dan penghayatan.
Tuhan memberikan gambaran terhadap pendapt tentang
manusia dalam kitabnya yang diwahyukan kepada setiap utusannya. Yang pada
intinya adalah Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai khalifah
dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi. Manusia
memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis umumnya
manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia dibedakan
berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan manusia sendiri
sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah
luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan
Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan selaras dan seimbang.
Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan
sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok
yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme (kepercayaan atas
ke-Esaan Tuhan), yang mencari unsur pokok yang menentukan yang bersifat
tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani dalam
pandangan spritualisme (keagamaan), atau dualism (konsep filsafat yang
menyatakan ada dua substansi) yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya
dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling meniadakan yaitu unsure
materi dan rohani, yakni pandangan pluralism (bermacam-macam paham) yang
menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya
mencerminkan unsur yang ada dalam makro kosmos (Hukum-hukum yang terlaksana di
alam semesta) atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada
kesatuannya dua unsur, atau mono pluralism yang meletakkan hakekat pada
kesatuannya semua unsur yang membentuknya. Secara pribadi, manusia tidak pernah
bisa menciptakan dirinya , akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat
menentukan jalan hidup setelah ia dilahirkan dan eksistensinya (menganggap
kebenaaran itu bersifat relatif) dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan
dan semua kenyataan itu, akan memberikan peran serta atas jawaban mengenai
pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi.
PENUTUP
A.
Simpulan
Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai
khalifah dibumi dengan dibekali akal pikiran untuk berkarya dimuka bumi.
Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara biologis umumnya
manusia dibedakan secara fisik sedangkan secara rohani manusia dibedakan
berdasarkan kepercayaannya atau agama yang dianutnya. Kehidupan manusia sendiri
sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah
luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan
Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan selaras dan seimbang.
Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan
sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia tidaklah muncul
dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat Al-Alaq ayat
2 menjelaskan bahwa manusia itu dicipta Tuhan dari segumpal darah, QS.Al-Thariq
ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah, QS. Al-Rahman ayat 13
menjelaskan bahwa Al-Rahman (Allah) itulah yang menciptakan manusia. Masih
banyak sekali ayat al-Quran yang menjelaskan bahwa yang menjadikan manusia
adalah Tuhan. Jadi, manusia adalah makhluk ciptaan Allah.
Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme (kepercayaan atas ke-Esaan Tuhan), yang mencari unsur pokok yang menentukan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani dalam pandangan spritualisme (keagamaan), atau dualism (konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi) yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling meniadakan yaitu unsure materi dan rohani, yakni pandangan pluralism (bermacam-macam paham) yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam makro kosmos (Hukum-hukum yang terlaksana di alam semesta) atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, atau mono pluralism yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya. Secara pribadi, manusia tidak pernah bisa menciptakan dirinya , akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah ia dilahirkan dan eksistensinya (menganggap kebenaaran itu bersifat relatif) dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan peran serta atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Tafsir. 2010:24)
B.
Saran
Demikian
yang dapat penulisi paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
No comments:
Post a Comment